Social Icons

Pages

Saturday, May 25, 2013

Filosofi lagu Lir-Ilir karya Sunan Kalijaga





Pendahuluan
Sunan Kalijaga adalah seorang tokoh wali songo yang sangat terkenal di kalangan muslim di pulau jawa. Nama aslinya adalah Raden Said yang lahir sekitar tahun 1450 M. Ayahnya bernama Tumenggung Arya Wilatikta atau Raden Sahur, seorang Adipati Tuban. Sunan Kalijaga juga mempunyai nama lain yaitu: Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan masyarakat Cirebon , nama Kalijaga berasal dari desa Kalijaga di Cirebon. Karena pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering beredam di sungai (kali) atau jaga kali. Masa hidupnya pun Sunan Kalijaga diperkirakan lebih dari 100 Tahun. Mengenai asal usul tentang beliau, banyak pendapat yang menyatakan bahwa beliau juga masih ada darah Arab. Tapi ada juga yang berpendapat bahwa dia juga orang Jawa asli.
Istri Sunan Kalijaga bernama Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dari pernikahannya itu beliau dikaruniai 3 orang putra yaitu R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah.
Sebelum menjadi Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudangg peyimpangan Hasil Bumi. Dan hasil rampokannya itu akan dibagikan ke orang-orang miskin. Ketika Raden Said di hutan, beliau bertemu dengan kakek tua (Sunan Bonang) yang bertongkat. Karena tongkat itu terlihat seperti emas, maka Raden Said merampasnya dari tangan Sunan Bonang. Raden Said ingin membagikan hasil rampasannya itu kepada kaum miskin, tapi cara itu tidak dibenarkan oleh Sunan Bonang. Kemudian Sunan Bonang menunjukkan sebuah pohon aren emas. Sunan Bonang menyuruh Raden Said untuk mengambil buah aren emas itu jika ingin mendapatkan harta tanpa berusaha.
Ketika Raden Said berkeinginan untuk menjadi murid Sunan Bonang, sunan bonang menyuruh Raden Said untuk bersemedi sambil menjaga tongkatnya yang ditancapkan ke tepi sungai. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said pun melaksanaan tugas itu dengan tekun. Karena itu ia menjadi tertidur dalam waktu yang lama. Karena lamanya beliau tertidur sampai beliau tak sadar bahwa banyak akar dan rerumputan yang telah menutupi dirinya. Setelah tiga tahun berlalu, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Karena telah menjaga tongkat Sunan Bonang, maka Raden Said diganti namanya menjadi Kalijaga. Kalijaga diberi banyak pelajaran agama oleh Sunan Bonang. Kalijaga lalu melanjutkan dakwahnya dan dikenal dengan nama Sunan Kalijaga.
Dalam menjalankan Dakwahnya beliau mempunyai pola yang sama dengan Sunan Bonang. Paham keagamannya cenderung Sufistik berbasis Salaf bukan sufi panteistik (pemujaan semata), beliau juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah. Beliau menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suarasuluk sebagai sarana Dakwah, salah satu suluk ciptaanya yang terkenal adalah Ilir-ilir.

Pembahasan
Lirik lagu Lir-ilir:
Lir-ilir, Lir Ilir
Tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo
Tak sengguh temanten anyar
            Cah Angon, Cah Angon
            Penekno Blimbing Kuwi
            Lunyu-lunyu penekno
            Kanggo Mbasuh Dodotiro
Dodotiro Dodotiro
Kumitir Bedah ing pinggir
Dondomono, Jlumatono
Kanggo Sebo Mengko sore
            Mumpung Padhang Rembulane
            Mumpung Jembar Kalangane
            Yo surako surak Iyo

Ø  Arti dalam bahsa Indonesia
Bangun, bangunlah (dari tidur)
Pohon sudah mulai bersemi
Demikian menghijau
Bagaikan gairah pengentin baru
Anak pengembala, anak pengembala
Panjatlah pohon belimbing itu
Walau susah tetap panjatlah
Bergua untuk cuci pakaianmu
Pakaian-pakaian yang buruk
Disisihkan dan jahitlah
Benahilah untuk
Menghadap nanti sore
Mumpung terang rembulannya
Mumpung banyak waktu luang
Mari bersorak-sorak hayo

Lagu lir-ilir yang banyak dianggap lagu dolanan anak-anak ini adalah bukti kepandaian para wali ongo dalam mengajarkan Islam kepada masyarakatnya melalui cara yang sangat menyenangkan dan tak terasa menggurui. Kata-kata yang ada di dalamnya itu seolah-olah menggambarkan keriangan dunia anak-anak. Namun jika dibaca dengan benar-benar akan banyak makna agamawi yang muncul.
1.      Kata bangun, “bangunlah”, dari keadaan tidur dinilai sebagai keadaan mati sementara, akan timbul pertanyaan : apakah yang harus dibangunkan atau dihidupkan? Ruh kah? Kesadaran? Atau pikiran? Tetapi maksud kata “lir-ilir” yang juga mengandung gerakan angin semilir bisa diartikan sebagai imbauan lembut dan ajakan untuk berzikir. Zikir yang akan menghidupkan apa yang tadinya melenakan. Zikir untuk kembali siaga.
2.      Kemudian dengan bait berikutnya “tandure wus sumilir, tak ijo royo-royo tk senggo temanten anyar” bagian ini mengandung makna kalau sudah berzikir maka disitu akan mendapat manfaat yang menghidupkan pohon yang hijau dan indah. Apakah pohon ini pohon dhohir dan batin? Tentu tidak pohon disini adalah pohon kalimat toyyibah, yang akarnya tetap tertancap di bumi dan cabangnya ada empat serta tiap cabangnya menghasilkan buah makrifat atas izin Tuhannya. Kalimatnya mengaitkan kesejukan dan rindang pohon dengan kesejukan pengantin baru, ada juga yang menuliskan kata “pengantin anyar” adalah raja-raja mataram yang baru memeluk islam.
3.      Cah angon-cah angon penekno blimbing kuwi, lunyu-lunyu yo penekno kanggo mbasuh dodotiro. Yaitu memberi petunjuk bahwa untuk mencapai buah dari pohon itu kita harus jadi anak gembala, apa yang kita gembala? Ya diri kita sendiri yang perlu kita gembala, hawa kita, nafsu kita yang perlu kita gembalakan, kita didik dan kita jadikan kendaraan untuk bisa mencapai buah dari pohon toyyibah. Meskipun susah untuk mengambil buah itu dari pohonya kita harus ambil untuk mencuci pakaian kita, pakaian dhohir? Tentu bukan, tapi pakaian taqwa, dan pakaian taqwa itu harus kita cuci dengan buah dari pohon itu.
4.      Dodotiro-dodotiro kumintir bedhah ing pinggir, dondomono jlumantono kanggo sebo mengko sore. Pakaiana taqwa itu harus bersih, yang jelek-jele kita singkirkan, kita tinggalkan, perbaiki, rejutlah hingga pakaian kita sudah dibersihkan, sudah kita rajut sangat indah maka pakaian kita bisa dikenakan dan kita pakai untuk menghadap Tuhan.
5.      Mumpung padhang rembulane, mumoung jembar kalangane, yo surako,, surak hiyo
Bait ini mengingatkan kita untuk cepat-cepat bangun/sadar, sadar sebagai hamba untuk cepat mengambil buah dari pohon toyyibah, kemudian mencuci pakaian dengan sari buahnya. Dan dengan pakaian itu kita akan kembali ke Tuhan dengan pakaian yang indah, sehingga kita kembali ke pada-NYA sebagai Muttaqin. Selagi masih ada kesempatan, marilah kita cepat-cepat untuk mengambil buah tersebut. Untuk itu kita harus bangun/sadar/ngilir dari tidak sadar/tidur, karena untuk mencapai buah itu sangat licin. Oleh karena itu kita harus banyak membaca dzikir untuk menyadarkan ruh kita dan megingat Tuhan.

Kesimpulan
         
          Lagu dolanan lir-ilir mengandung makna yang begitu bagus dan sebagai seorang yang beriman kepada Allah kita harus mengikuti petunjuk tersebut, dan mengamalkannya.  Terapkalah islam secara kaffah (menyeluruh) ke semua orang sampai ke rakyat kecil. Lalu perbaikilah apa yang telah menyimpang dari ajaran islam untuk dirimu dan orang lain utuk bekal di akhirat kelak. Di dalamnya juga mengandung 5 rukun islam, dan selagi kita masih hidup dan masih diberi kesempatan untuk bertobat, maka kerjakanlah semua rukun islam tersebut untuk bekal kita nanti.

No comments:

Post a Comment

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

 

Sample text

Sample Text

Sample Text